Solusi Belajar Murid Dengan Biaya Irit
Sebagai guru tunagrahita kelas tinggi saya berharap dapat menyiapkan murid agar memiliki keterampilan vokasi atau keterampilan yang bersifat ekonomi sebagai bekal kehidupan mereka. Kondisi ketunagrahitaan mereka sangat berpengaruh pada aktifitas yang berkaitan dengan kehidupannya mendatang, sehingga peran guru sangat penting untuk menyiapkan mereka di kehidupan mereka setelah lulus. Hal ini tentu saja didasarkan kepada usaha sekolah untuk mendeteksi kompetensi yang dimiliki murid yang dapat dioptimalkan agar tampil menjadi keahlian atau istilah kita pada tunagrahita pembiasaan.
Saya sebagai guru berharap semua murid
yang berjumlah 6 orang dapat memiliki satu keterampilan yang bernilai ekonomi yang
sesuai dengan kebutuhan pasar di lingkungannya. Keheterogenan kemampuan murid
tunagrahita ini juga nampak pada
kompetensi yang dimiliki murid antara satu dengan lainnya yang napak sangat
berdeda. Sehingga dalam satu rombongan belajar dapat memiliki lebih dari 1
jenis keterampilan yang harus dioptimalkan dalam pembelajaran bagi seluruh
murid.
Ketunagrahitaan
murid juga mempengaruhi proses berpikir abstrak mereka, mempengaruhi kemampuan
menentukan karir atau keahlian untuk kehidupan mereka mendatang. Disusul lagi
adanya kesulitan lain seperti ketidakmampuan menghubungkan kompetensi yang
dimiliki saat ini dengan kegunaanya bagi kehidupannya mendatang.
Setiap murid secara individu memiliki
kemampuan sendiri yang sebagian besar akan berbeda dengan murid tunagrahita
lainya. Tanggung jawab saya sebagai guru harus mampu menfasilitasi mereka agar
kemampuanyang ada padanya dapat berkembang optimal melalui pembelajaran dengan
harapan mereka benar-benar dapat memiliki minimal satu keterampilan sebaagai bekal
hidupnya di masyarakat.
Satu
hal yang sangat membantu dalam pembelajaran yaitu pada pembagian tugas
mengajar sekolah, di mana setiap guru
diberi keleluasaan untuk mendampingi
muridnya hingga tingkat akhir. Sebagian besar murid tunagrahita itu berada di
sekolah sejak tingkat taman kanak-kanak hingga tingkat menengah, sehingga mulai
dari awal mereka masuk sekolah berharap kompetensinya dapat terdeteksi secara
dini, sehingga segera disiapkan segala sesuatunya untuk mengoptimalkan dalam
pembelajaran baik sarana prasarana, kurikulum, mitar-mitra kerja kewirausahaan
sebagai tempat magang.
Ketika kemampuan murid terdidentifikasi
maka mulailah merangkai serangkaian tahapan dan strategi untuk mengoptimalkan
kemampuan itu menjadi sebuah keterampilan vokasi yang bernilai ekonomi. Salah
satunya keterampilan yang saya kembangkan berupa aksesoris dari bahan tali kur,
prusik, satin yang dipadu dengan berbagai jenis dan bentuk manik-manik. Pada
tahap inilah saya mulai mengembangkan alat
ataupun media untuk membantu mereka menjembatani gerak motoriknya dalam
membuat berbagai aksesoris.
Woodstick merupakan salat alat yang digunakan
untuk membantu murid menganyam gantungan kunci berbentuk bola yang bahannya
dari sepotong kayu bekas reng sepanjang 10 cm dilengkapi dengan sepasang stick
es cream yang dipasang secara horizontal terhadap batang kayu reng itu. Stick
ini inilah yang menggantikan jari-jari murid tunagrahita dalam menganyam.
Ada keseruan tersendiri saat membuat alat
ini karena dikerjakan bersama murid tunagrahita itu sendiri, ada yang menyerut,
ada yang memotong, ada yang mengamplas, ada yang mengebor dan lain-lain. Mereka
sangat senang bekerja bersama-sama membuat media atau alat yang akan mereka
gunakan untuk membantunya belajar. Mungkin mereka merasa bangga bisa membuat
sesuatu karya yang dapat berguna bagi dirinya dan temannya. Setiap anak
dibuatkan alat, agar anak dapat
menggunakan secara bersama-sama.
Pada saat pelaksanaan penggunaan alat atau
media ini juga dapat ditemukan hal yang sangat penting yaitu terdeteksi setiap
murid itu memiliki kemahiran atau keahlian di salah satu jenis aksesoris saja
atau pada bagian tertentu saja pada proses pembuatan satu jenis akesoris,
walapun untuk aksesoris jenis lain juga mampu, namun dalam segi kecepatan,
kerapian, ketelitian, keindahan sampai pada finishing sangat nampak hanya
tertuju pada salah satu jenis atau satu bagian tahapan.
Setiap murid memiliki alat dan tempat
penyimpanan masing-masing, sehingga pelaksanaan pembelajaran dapat dilakukan
secara bersama-sama tanpa harus menunggu teman lain melakukan praktik. Beberapa
murid yang telah mahir saya beri kesempatan untuk memberi contoh temannya yang
mengalami kesulitan saat melakukan pengerjaan.
Hal yang menarik lagi bagi saya yaitu tingkat kemampuan akademik itu pada
praktek keterampilan aksesoris ini tidak berbanding lurus, seperti misalnya
murid tunagrahita sedang terbukti mampu membuat aksesoris mulai dari mengukur,
memotong, menganyam dan membungkus atau packing untuk siap dijual, waluapun
untuk mengenal simbol abjad dan angka masih kesulitan. Kadang-kadang inilah
yang saya sebut sebagai keterampilan pembiasaan. Prinsip pembelajaran untuk
murid tunagrahita memang harus dilakukan secara terus menerus, diulang-ulang,
dari tahap mudah ke tahap sukar dan seterusnya sehingga murid menjadi terbiasa.
Tahap akhir keterampilan ini yaitu
bagaimana anak merasakan bisa memasarkan hasil karyanya. Salah satu strategi
saya yaitu dengan membuka lapak atau stan jaulan di Wahana Sunday Morning
bersama-sama dengan para pedagang rumahan warga sekitar tempat tinggal. Lapak
jualan ini sudah saya mulai sebelum terjadinya wabah corona covid 19. dengan
haarapan bisa memahami proses pemasaran dan bisa mengetahui model aksesoris seperti apa yang digemari
masyarakat. Kesukaan konsumen terutama anak-anak sebagian besar adalah model
aksesoris dengan tambahan identitasnya, seperti nama, inisial abjad, atau
mereka membuat sendiri aksesoris serta bebas warna-warna bahan. Wahana wisata
air Jogja Bay Water Park juga merupakan salah satu mitra pemasaran hasil karya
aksesoris karya murid tunagrahita saya.
Saya dapat pelajaran banyak dari murid
tunagrahita ini, yang tadinya terlihat tidak mampu melakukan apa-apa, tidak
mampu membuat apa-apa, tidak mampu menghasilkan karya yang dapat bersaing
dengan karya anak normal pada umumnya, namun ketika saya sudah temukan apa yang
mereka butuhkan, apa kompetensinya, kemudian difasilitasi, dibuatkan media,
disiapkan alatnya, didampingi secara terus menerus dan diulang-ulang ternyata
mereka mampu melakukan beberapa keterampilan.
Saya masih berharap kepada murid
tunagrahita saya ini dapat membuat variasi aksesoris sesuai kebutuhan pasar dan
trend yang sedang digemari konsumen dan tentu saja tetap harus didampingi oleh
orang dewasa baik guru, orang tua maupun pihak-pihak yang peduli pada
pendidikan dan keterampilan murid tunagrahita.
GURU MERDEKA MURID BAHAGIA