PROGRAM KEMITRAAN PENDIDIKAN KHUSUS

     

dokumen Dinas Dikpora DIY

Gerakan reformasi pendidikan yang mengarah kepada kompetensi guru di era industri 4.0, menuntut adanya  guru dan tenaga pendidikan yang berkompeten. Standar kompetensi yang tertuang dalam  Peraturan Menteri Pendidikan Nasional  Nomor 16 tahun 2007  tentang  Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru  dinyatakan bahwa guru profesional harus memiliki 4 (empat) kompetensi guru yaitu kepribadian, pedagogik, profesional  dan sosial  dan Peraturan  Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah dinyatakan bahwa Kepala Sekolah harus memiliki 5 (lima) kompetensi yaitu kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi dan Sosial. 

     Dalam Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dinyatakan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Pasal 7 ayat (2) menyatakan  Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi. 

     Temuan di lapangan, masih banyak Guru dan Tenaga Pendidikan (GTK) Sekolah Luar Biasa (SLB) yang belum memenuhi standar kompetensi yang diharapkan oleh pemerintah sehingga hal ini akan berakibat pada rendahnya mutu lulusan SLB. Faktor latar belakang kualifikasi akademik bukan pendidikan khusus, pengalaman, letak wilayah dan kesempatan menjadi penyebab kurangnya kompetensi GTK SLB.  

     Berdasarkan data pokok pendidikan (Dapodik, Desember 2019) diketahui bahwa guru SLB yang sudah berkualifikasi strata 1 (S1) sebanyak 25.166 orang atau 92%, sisanya 2.168 orang atau 8% belum berkualifikasi S1.  



Sertifikasi merupakan bukti secara formal bahwa guru yang bersangkutan dapat dinyatakan profesional sebagai guru SLB. Berdasarkan data diketahui bahwa yang sudah sertifikasi sebanyak 10.731 orang atau (39%), selebihnya belum sertifikasi sebanyak 16.603 orang atau (61%). Masih banyaknya guru SLB yang belum sertifikasi merupakan indikasi perlunya peningkatan profesionalitas guru SLB. 



 Bila dilihat berdasarkan data kesesuaian antara latar belakang pendidikan dengan sertifikasi guru SLB,  diketahui bahwa 8.382 orang atau 31% belum linier, sisanya 18.952 orang atau 69% linier. Banyaknya yang belum linier menjadi permasalahan tersendiri yang perlu penanganan serius, karena salah satu persyaratan guru dapat mengikuti sertifikasi guru adalah linearitas antara kualifikasi akademik dengan bidang yang diampu. 



Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional  Pasal 32 disebutkan bahwa  pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. 

Beragamnya jenis kebutuhan khusus menuntut pembelajaran yang berbeda sesuai dengan kondisinya. Namun tidak semua GTK SLB dapat memiliki kemampuan yang mumpuni untuk melayani peserta didik berkebutuhan khusus, sehingga diperlukan perluasan pembelajaran guna meningkatkan kompetensi.  

Kolaborasi dan proses saling belajar di antara guru dan tenaga kependidikan pendidikan khusus merupakan sebuah pendekatan dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja mereka. Penelitian yang dilakukan May Britt Postholm (2016) menunjukkan bahwa kolaborasi diantara guru dapat meningkatkan kompetensi pada berbagai dimensi kompetensi yang perlu dikembangkan1. Selain itu, menurut Barber dan Mourshed (2009) bahwa Pengembangan kompetensi profesional melalui kolaborasi diantara guru terbukti efektif sebagai strategi pengembangan kompetensi2. Hal ini merupakan perwujudan komunitas guru pendidikan khusus sebagai organisasi pembelajar sebagaimana konsep Peter Senge (1990)  yang menyatakan: “Learning organizations (are) organizations where  people continually expand their capacity to create the results they truly desire, where new and expansive patterns of thinking are nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are continually learning to see the whole together”3.   Organisasi pembelajaran adalah organisasi tempat orang-orang terus engembangkan kapasitas mereka untuk menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan, di mana pola berpikir baru dan luas dipupuk, di mana aspirasi kolektif dibebaskan, dan tempat orang terus-menerus belajar untuk melihat keseluruhan. 

Program kemitraan antar GTK SLB menjadi salah satu upaya  untuk meningkatkan kompetensi GTK. Dalam program kemitraan ini GTK SLB yang memiliki keunggulan dimitrakan dengan GTK SLB lain yang masih perlu  ditingkatkan.  Peningkatan kompetensi bagi kepala sekolah diperlukan agar mereka mampu untuk meningkatkan kualitas layanan program pendidikan khusus berkualitas melalui penyempurnaan manajemen sekolah, pengembangan kewirausahaan, penerapan supervisi pembelajaran dengan pendekatan reflektif-kolaboratif, dan mempraktikkan model kepemimpinan pembelajaran  (instructional leadership). 

 Bagi guru SLB peningkatan kompetensi meliputi program  kebutuhan khusus dan layanan pembelajaran. Program kebutuhan khusus bagi guru SLB meliputi: penguatan pengetahuan tentang perkembangan konsep dan praktik pendidikan khusus, penguatan keterampilan asesmen peserta didik berkebutuhan khusus, keterampilan perencanaan, pelaksanaan dan  penilaian program pendidikan khusus.  Sedangkan Program layanan pembelajaran yang ditingkatkan untuk guru SLB dituntut untuk bercirikan era  industri 4.0 yang ditandai dengan peleburan dunia fisik, digital dan biologis sehingga meliputi asesmen, metode dan media pembelajaran berbasis IT dengan mengaplikasikan pembelajaran yang menyenangkan (joyful learning), yaitu pembelajaran yang menarik, memberdayakan, dan menyenangkan dari konten yang bermakna dalam komunitas yang penuh kasih dan suportif. 

Untuk mewujudkan GTK  Pendidikan Khusus  yang kompeten,  maka Direktorat  Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan melalui Direktorat GTK  Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus  mengembangkan Program Peningkatan dan Pemerataan Mutu GTK Diksus melalui program Kemitraan GTK SLB agar kompetensi semua GTK SLB di Indonesia merata dan meningkat kualitasnya, mengingat jenis dari kebutuhan khusus yang beragam dengan berbagai program  kebutuhan khusus  dan layanan pembelajarannya sesuai dengan perkembangan dunia. Pada tahun 2021, program kemitraan antar GTK SLB yang akan diselenggarakan difokuskan untuk peningkatan kompetensi dalam program kebutuhan khusus. 

Tujuan 

1.  Umum 

Meningkatkan kompetensi dan kinerja GTK SLB secara merata  melalui kemitraan. 

2.  Khusus 

  • aMeningkatkan kompetensi manajerial, supervisi akademik, kewirausahaan, dan kepemimpinan pembelajaran kepala SLB; 
  • bMeningkatkan kompetensi guru SLB dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai program kebutuhan khusus.  


Sasaran Program 

1.  GTK SLB yang berprestasi, berkompetensi dan berkinerja unggul. 

2.  GTK SLB yang berpotensi  untuk ditingkatkan kompetensi  dan berkinerja baik. 

3.  GTK SLB yang berada di wilayah GTK Mitra. 


Kemitraan adalah pendekatan pembinaan kolegial berbasis aktivitas berbagi pengetahuan dan pengalaman praktik baik serta kolaborasi penyelesaian masalah pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus, pengembangan kompetensi dan peningkatan kinerja GTK pendidikan khusus.  

GTK  Inti  adalah  guru dan tenaga kependidikan yang berprestasi, berkinerja unggul, memiliki kecakapan untuk memfasilitasi pengembangan kompetensi kolega dan melakukan pendampingan aktivitas profesional GTK Mitra. 

GTK  Mitra  adalah  guru dan tenaga  kependidikan yang berpotensi menjadi unggul, berkinerja baik, dan memiliki motivasi yang tinggi melakukan pengembangan profesional. 

GTK  Imbas  adalah  guru dan tenaga kependidikan yang berada di sekitar wilayah kerja GTK Mitra dan memiliki motivasi untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja. 

Program Kebutuhan Khusus (PKKh) merupakan pengembangan yang berupa intervensi/aktivitas untuk meminimalisir, mengembangkan, mengoptimalkan, mengompensasikan dampak sebagai akibat langsung dari disabilitasnya; 

  1. OMSK (Orientasi Mobilitas Sosial dan Komunikasi) untuk peserta didik dengan hambatan penglihatan 
  2. PKPBI (Pengembangan Komunikasi, Persepsi, Bunyi dan Irama) untuk peserta didik dengan hambatan pendengaran 
  3. Pengembangan Diri  untuk peserta didik dengan hambatan intelektual 
  4. Pengembangan Diri dan Gerak  untuk peserta didik dengan hambatan Fisik 
  5. Komunikasi, interaksi  sosial, dan perilaku untuk peserta didik dengan gangguan Autis 

Prinsip Program 

Program dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip  sebagai berikut: 

  1. Kemitraan (partnership) untuk membangun budaya mutu pendidikan; 
  2. Kesetaraan (equality) antara peserta Inti, Mitra dan Imbas masing-masing memiliki peluang yang sama dalam peningkatan kemampuan dan kinerja sebagai GTK SLB; 
  3. Adanya proses belajar  (learning process) yang saling menguntungkan antara GTK Inti, GTK Mitra dan GTK Imbas; 
  4. Sinergi dalam membangun profesionalisme dengan memanfaatkan pengalaman GTK SLB lain;
  5. Memperkaya  (enrichment)  baik  secara  pribadi  (kemampuan  guru) maupun organisasi (kinerja satuan pendidikan), sehingga kedua belah pihak saling mendukung dan saling memperkuat jejaring profesi sebagai GTK SLB profesional;
  6. Hak anak untuk memperoleh pendidikan bermutu;
  7. Kesetaraan (equality) kompetensi antara peserta didik yang ada di daerah perkotaan dan di daerah pedesaan 

Substansi Program 

Umum 
  • Peningkatan sikap dan tanggung jawab profesi GTK  pendidikan khusus. 
  • Membangun  kemitraan antara  SLB dengan SLB  serta pemberdayaan komunitas pendidikan khusus dalam rangka  peningkatan kualitas  program pendidikan khusus. 
 
Khusus 
  1. Peningkatan kompetensi dan kinerja kepala sekolah SLB dalam manajerial, supervisi, kepemimpinan  pembelajaran dan kewirausahaan dalam rangka mewujudkan implementasi program kebutuhan khusus.
  2. Peningkatan kompetensi  dan kinerja  guru  program kebutuhan khusus yang mencakup  hambatan penglihatan, pendengaran, intelektual, fisik-motorik, dan autis. 

Peserta program ini terdiri dari kepala sekolah SLB dan  guru SLB dariberbagai wilayah di Indonesia.  

 



Adapun untuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa tengah mendapatkan amanah menjadi Daerah Inti Region II yang meliputi  Kepala Sekolah Inti dan Guru Inti serta wilayah Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, NTT dan NTB sebagai Wilaayah Mitra. 



sumber : Panduan Kemitraan Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Khusus

Related

berita 8055297476363002439

Posting Komentar

emo-but-icon

TikTok

Follow us !

Youtube News

Trending

item